Semua istri Nabi ﷺ tahu bagaimana kedudukan ‘Aisyah رضي الله عنها di hati Nabi ﷺ, dan ‘Aisyah رضي الله عنها tidak pernah cemburu kepada istri-istri Nabi ﷺ yang lain melainkan ‘Aisyah رضي الله عنها sangat cemburu kepada Khadijah رضي الله عنها , Padahal Ibunda Aisyah رضي الله عنها tidak pernah melihatnya.
Ialah Khadijah رضي الله عنها, wanita surga yang Nabi ﷺ tak pernah berhenti mendoakan dan menyebutkan kebaikannya. Aisyah رضي الله عنها berkata tentang Khadijah رضي الله عنها “Nabi ﷺ tidaklah menyebutnya kecuali Nabi ﷺ memujinya’
Aisyah رضي الله عنها berkata “Jarang Nabi ﷺ keluar rumah tanpa terlebih dahulu menyebut Khadijah رضي الله عنها. Ia disanjung dan namanya disebut Nabi ﷺ dari hari ke hari. Aku cemburu, kukatakan pada Nabi ﷺ “Bukankah ia hanya seorang wanita tua? Sungguh Allah telah memberimu ganti yang lebih baik”.
Nabi ﷺ kemudian gusar dan warna mukanya berubah menjadi merah
“Tidak. Demi Allah, Allah tidak memberiku ganti yang lebih baik daripadanya.
Dia beriman ketika semua orang ingkar,
Dia membenarkanku dikala semua orang mendustakanku
Ia mencurahkan hartanya ketika semua orang menahannya
Darinya Allah mengaruniakanku anak dan perempuan lain tidak.”
Ibunda Aisyah رضي الله عنها menyesali kata-katanya.”Sejak hari itu, aku tak lagi menyinggung soal Khadijah رضي الله عنها.
Nabi ﷺ seringkali menanyakan kabar sahabat-sahabat dan kerabat Khadijah رضي الله عنها.
Jika menyembelih kambing, Rasulullah ﷺ selalu memberikan bagian sembelihan terbaik kepada sahabat-sahabat Khadijah رضي الله عنها.
Rasulullah ﷺ pernah menyambut seorang perempuan tua dengan begitu ramahnya. Rasulullah ﷺ memuliakan dan bersikap lembut padanya hingga Aisyah رضي الله عنها heran melihat sikap dan perilaku Rasulullah ﷺ terhadap perempuan tua itu. Rasulullah ﷺ lantas berkata kepada Aisyah “Wanita ini pernah datang kepada kami saat Khadijah رضي الله عنها masih hidup”
Rasulullah ﷺ memuliakan Zafar, tukang sisir yang selalu datang saat Khadijah رضي الله عنها masih hidup. Rasulullah ﷺ mengingatnya saat Zafar sudah tua. Setiap kali Zafar datang ke Madinah, ia selalu mengunjungi Rasulullah ﷺ. Rasulullah ﷺ pernah memberikan daging dan memilihkan daging yang baik-baik lantas mengirimkannya kepada perempuan itu. Rasulullah ﷺ berkata “Khadijah رضي الله عنها pernah berpesan agar aku selalu memperhatikannya.”
Suatu saat ada seorang perempuan meminta izin padanya. Mendengar suara itu, Rasulullah ﷺ gemetar dan hatinya gembira, suara itu mirip sekali dengan suara Khadijah رضي الله عنها. Segera setelah sadar Rasulullah ﷺ menyebut “Ya Allah ternyata Halah”. Halah adalah saudari Khadijah رضي الله عنها yang datang bertamu kepada beliau. Rasulullah ﷺ lantas menyambutnya dengan sangat ramah dan memuliakannya.
Setelah Rasulullah ﷺ hijrah ke Madinah, Nafisah bint Muniyah berkirim salam kepada Rasulullah ﷺ. Ketika bertemu dengannya, Rasulullah ﷺ sangat senang. Rasulullah ﷺ ingat bahwa tangan Nafisah ikut andil dalam pernikahan Rasulullah ﷺ dengan Khadijah رضي الله عنها, Beliau ﷺ lantas memuliakannya.
Ialah Khadijah رضي الله عنها, Wanita Qurays yang berkedudukan tinggi lagi mulia dengan keluhuran akhlaknya yang membuat para pembesar Arab berebut mempersuntingnya
Ialah Khadijah رضي الله عنها, wanita yang terhormat dan terpandang di kalangan Qurays dari garis keturunan yang mulia
Ialah Khadijah رضي الله عنها, wanita suci yang jauh dari segala kemusyrikan dan kerendahan akhlak tatkala Mekkah kala itu penduduknya berada di puncak kerusakan moral dan penyembahan terhadap berhala
Ialah Khadijah رضي الله عنها perempuan terkaya di kalangan Qurays yang dalam berniaga Khadijah رضي الله عنها memakai jasa lelaki untuk menjualkan dagangannya dengan sistem bagi hasil, sehingga Khadijah bisa menetap di rumah untuk mengurusi anak-anaknya
Ialah Khadijah رضي الله عنها, yang tergerak hatinya ketika orang-orang Qurays menyebut-nyebut tentang Al-Amin, terlebih setelah Khadijah mendengar kisah-kisah mengagumkan dari Maisarah, padahal sebelumnya Khadijah tidak memiliki keinginan untuk menikah lagi setelah kepergian kedua suaminya
Ialah Khadijah رضي الله عنها, yang memilih Nabi Muhammad ﷺ untuk menikah dengannya
Inilah dia istri yang bersemangat mempersiapkan perbekalan ketika suaminya mulai ingin menyendiri (ber ‘uzlah ketika Allah akan mengangkat beliau menjadi seorang Nabi)
Di Mekkah, yang langitnya menjadi saksi bagaimana Nabi ﷺ ketakutan, hampir-hampir Nabi ﷺ khawatir dirinya ditimpa kemudharatan ketika didatangi Jibril kalau tidak segera ditenangkan oleh kalimat sejuk Khadijah رضي الله عنها
“Sekali-kali tidak, bergembiralah, Demi Allah, Allah tidak akan pernah menghinakanmu selamanya! Karena engkau senantiasa menyambung tali silaturahmi, berkata jujur, membantu orang yang tidak mampu, memuliakan tamu, dan membantu orang yang terkena musibah.”
Istri sholehah nan cerdas inilah yang kemudian membawa sang suami untuk segera menemui Waraqah bin Naufal yang memberi kabar bahwa apa yang menemui Nabi ﷺ adalah yang sama yang pernah mendatangi Musa (Jibril)
Khadijah bukan sekedar wanita pertama yang masuk Islam, melainkan dialah orang pertama yang beriman! dialah orang pertama yang diajarkan wudhu dan shalat bersama Rasullullah ﷺ.
Khadijah menyaksikkan betapa bengisnya kejahatan musyrikin Qurays kepada orang-orang beriman
Di Dinding Ka’bah lah digantung kertas perjanjian bengis yang menyeru untuk memboykot Bani Hasyim, sehingga seluruh Bani Hasyim harus tinggal di sela-sela gunung (Syi’ib Abi Thalib)
Mereka terpaksa memakan daun-daun kering dan kulit-kulit, begitu dahsyatnya kelaparan saat itu hingga banyak anak-anak yang meninggal
Selama 3 tahun yang penuh kesulitan itu, Khadijah رضي الله عنها yang bukan Bani Hasyim setia mendampingi Nabi ﷺ
Hingga tiga tahun sebelum Nabi ﷺ berhijrah ke Madinah, Khadijah رضي الله عنها wafat. Nabi ﷺ sangat bersedih atas wafatnya Khadijah رضي الله عنها, sampai-sampai para ahli sejarah menamakan tahun wafatnya Khadijah رضي الله عنها dengan tahun kesedihan bagi Nabi ﷺ.
Setelah wafatnya Khadijah رضي الله عنها, kecintaan Nabi ﷺ tetap melekat di hati beliau ﷺ seakan-akan tidak ada wanita di dunia ini kecuali Khadijah.
Inilah kisah Khadijah رضي الله عنها yang menakjubkan,
Khadījah رضي الله عنها yang setia mendukung perjuangan dakwah sang suami di awal-awal Islam, namun Khadijah tidak pernah merasakan kelezatan hidup saat Islam berjaya.
Tersebab Khadijah رضي الله عنها wafat sebelum Rasulullah ﷺ memperoleh kemenangan-kemanangan.
Khadijah رضي الله عنها wafat di masa-masa dimana Islam ditekan, para shahabat dibunuh dan diintimidasi oleh orang-orang kafir Quraisy.
Khadijah رضي الله عنها ditinggalkan oleh teman-temannya, wanita-wanita Quraisy tidak ingin berteman dengan Khadijah رضي الله عنها karena dia mengikuti suaminya.
Namun sungguh Khadijah رضي الله عنها dengan keimananan yang memenuhi hatinya tidak akan pernah bersedih!
Sungguh Allah Rabb alam semesta telah berkirim salam untuk Khadijah رضي الله عنها
Begitu juga, Sayyidul Malaaikah, Jibril
Yang mengabarkan bahwa baginya rumah di surga yang terbuat dari emas dan perak, yang di sana tidak ada kebisingan dan kepayahan di dalamnya.”
Sungguh balasan yang terindah, karena Khadijah رضي الله عنها selama pernikahannya selama 25 tahun bersama Nabi ﷺ tidak pernah mengangkat suaranya di hadapan Nabi ﷺ
Justru istri yang mulia ini telah menghilangkan seluruh keletihan dari suaminya, menghilangkan rasa kesendirian suaminya, bahkan meringankan seluruh kesulitan suaminya,
Khadijah رضي الله عنها, wanita yang sangat disayangi Nabi ﷺ, sehingga Nabi ﷺ tidak menikahi wanita lain semasa hidup bersama Khadijah رضي الله عنها
Sungguh, Nabi ﷺ sangat bangga dengan cinta pertamanya sampai mengatakan “Sungguh aku dikaruniai Allah rasa cinta kepada Khadijah’
Semoga Allah memberikan balasan yang setinggi-tingginya kepada Khadijah رضي الله عنها yang telah banyak berjasa sehingga tersebarnya Islam yang didakwahkan oleh suaminya, Rasulullah ﷺ.
Sumber :
Buku : Bilik-bilik Cinta Muhammad Karya Nizar Abazhah
Youtube : Firanda Andirja dan Kajian Budi Ashari
Website : www.firanda.com, www.rumaysho.com
Sebuah kisah haru bagaimana Nabi ﷺ merasa sedih tatkala Zainab putri Nabi menebus suaminya yang kala itu masih musyrik dan menjadi tawanan perang Badar. Zainab menebus suaminya dengan kalung pemberian sang Ibunda yang diberikan saat malam pengantin Zainab. Itulah satu-satunya harta yang dimiliki Zainab yang terpaksa ia gunakan untuk menebus suaminya yang menjadi tawanan perang Badar.
Melihat kalung itu ingatan Rasulullah ﷺ melayang jauh. Itulah kalung yang setiap hari Rasulullah ﷺ lihat menempel di leher Khadijah, hingga Rasulullah ﷺ tak kuasa dan meminta kepada para Sahabat agar suami Zainab dibebaskan tanpa mengambil harta tebusan dari sang istri, yaitu Zainab putri Rasulullah. Berikut saya lampirkan kisah lengkapnya:
Kalung Sang Kekasih
(sumber : https://firanda.com/sirah-nabi-18-mengapa-nabi-sangat-mencintai-khadijah/ )
Ibnu Ishaq rahimahullah berkata dalam sirohnya :
“Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’ adalah salah seorang dari penduduk kota Mekah yang dikenal dengan perdagangannya, hartanya yang banyak, serta terkenal dengan sifat amanah. Abul ‘Ash adalah keponakan Khadijah (karena Ibu Abul ‘Ash adalah Halah binti Khuwailid, saudari perempuan Khodijah Binti Khuwailid radhiallahu ‘anhaa).
Khadijahlah yang telah meminta Rasulullah ﷺ untuk menikahkan Abul ‘Aash dengan Zainab putri Rasulullah ﷺ. Dan Nabi tidak menyelisihi permintaan Khadijah, maka Nabi pun menikahkan putrinya Zainab dengan Abul ‘Ash. Pernikahan ini terjadi sebelum turun wahyu (sebelum Nabi diangkat menjadi seorang Nabi). Bahkan Nabi menganggap Abul ‘Ash seperti anak sendiri.
Tatkala Allah memuliakan Nabi dengan wahyu kenabian maka berimanlah Khadijah serta seluruh putri-putrinya termasuk Zainab, akan tetapi Abul ‘Ash (suami Zainab) tetap dalam keadaan musyrik.
Nabi juga telah menikahkan salah seorang putrinya (Ruqayyah atau Ummu Kaltsum) dengan putra Abu Lahab yaitu ‘Utbah bin Abi Lahab.
Tatkala Nabi mendakwahkan perintah Allah dan menunjukkan permusuhan kepada kaum musyrikin maka mereka berkata, “Kalian telah membuat santai Muhammad dari kesulitannya, kembalikanlah putri-putrinya agar ia tersibukkan dengan putri-putrinya!!”.
Merekapun mendatangi ‘Utbah putra Abu Lahab lalu berkata, “Ceraikanlah putri Muhammad, niscaya kami akan menikahkan engkau dengan wanita Quraisy mana saja yang kau kehendaki!”. ‘Utbah berkata, “Aku akan menceraikannya dengan syarat kalian menikahkan aku dengan putrinya Sa’id bin Al-‘Ash”. Akhirnya mereka menikahkan ‘Utbah dengan putri Sa’id bin Al-‘Ash dan ‘Utbah pun menceraikah putri Nabi sebelum berhubungan tubuh dengannya. Dengan perceraian tersebut Allah telah memuliakan putri Nabi dan sebagai kehinaan bagi ‘Utbah. Setelah putri Nabi diceraikan oleh ‘Utbah, dia kemudian dinikahi oleh ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu.
Para pembesar-pembesar kafir Quraisy pun mendatangi Abul ‘Ash lalu mereka berkata, “Ceraikanlah istrimu itu, kami akan menikahkan engkau dengan wanita mana saja yang engkau sukai dari Quraisy!” Abul ‘Ash berkata, “Demi Allah aku tidak akan menceraikan istriku, dan aku tidak suka istriku diganti dengan wanita Quraisy mana saja.” (Perkataan Ibnu Ishaq ini dinukil oleh Ibnu Hisyam dalam sirohnya 1/651-652 dan Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa An-Nihayah 3/379)
Khadijah radhiallahu ‘anhaa memiliki sebuah kalung yang dipakainya. Tatkala Zainab putrinya menikah dengan keponakan Khadijah Abul ‘Ash maka Khadijah menghadiahkan kalung tersebut kepada Zainab untuk dikenakan oleh Zainab tatkala malam pengantin dengan Abul ‘Ash.
Setelah Nabi diberi wahyu kenabian maka seluruh putri-putri Nabi masuk Islam. Adapun Abul ‘Ash suami Zainab tetap dalam kemusyrikannya.
Ibnu Ishaq rahimahullah berkata, “Rasulullah tatkala di Mekah tidak bisa menghalalkan dan mengharamkan, beliau tidak berkuasa. Islam telah memisahkan antara Zainab dengan Abul ‘Ash bin Ar-Robi’, hanya saja Rasulullah tidak mampu untuk memisahkan mereka beruda. Zainab pun tinggal bersama Abul ‘Ash yang dalam keadaan musyrik hingga Rasulullah berhijrah ke Madinah. Tatkala terjadi perang Badar, sala satu pasukan Quraisy adalah Abul ‘Ash bin Ar-Robi’ yang akhirnya menjadi tawanan perang Badar, dibawalah ia ke sisi Rasulullah ﷺ di Madinah.” (Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Hisyam dalam sirohnya 1/252 dan Ibnu Katsir dalam Al-Bidaayah wa An-Nihaayah 3/379-380)
Lalu Nabi ﷺ memberikan kesempatan kepada penduduk Mekah yang mau membebaskan para tawanan perang Badar untuk membayar tebusan. Diantara mereka ada yang dibayar hingga 4000 dirham (sekitar 400 dinar, dan satu dinar kurang lebih 4 1/4 gram emas) seperti Abu Wada’ah, ada yang ditebus dengan 100 uqiyah (sekitar 3 kg emas, karena 1 uqiyah sekitar 30 gram emas) seperti Al-Abbas bin Abdil Muttholib, dan ada yang hanya 40 uqiyah seperti Al-‘Aqil bin Abi Thalib. (Lihat As-Siiroh An-Nabawiyah fi Dhai’ Al-Mashadir Al-Ashliyah hal 359)
Kalung Yang Mengingatkan Nabi Kepada Cinta Pertamanya
Tatkala Zainab yang berada di Mekah mendengar bahwa suaminya Abul ‘Ash menjadi tawanan perang di Madinah maka ia pun hendak menebus suaminya. Akan tetapi Zainab tidaklah memiliki apa-apa untuk menebus sang suami yang ia cintainya, kecuali hanya sedikit harta dan kalung pemberian ibunya Khadijah sebagai hadiah pernikahannya dengan suaminya.
Aisyah radhiallahu ‘anhaa berkata :
لَمَّا بَعَثَ أَهْلُ مَكَّةَ فِى فِدَاءِ أَسْرَاهُمْ بَعَثَتْ زَيْنَبُ فِى فِدَاءِ أَبِى الْعَاصِ بِمَالٍ وَبَعَثَتْ فِيهِ بِقِلاَدَةٍ لَهَا كَانَتْ عِنْدَ خَدِيجَةَ أَدْخَلَتْهَا بِهَا عَلَى أَبِى الْعَاصِ. قَالَتْ فَلَمَّا رَآهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- رَقَّ لَهَا رِقَّةً شَدِيدَةً وَقَالَ «إِنْ رَأَيْتُمْ أَنْ تُطْلِقُوا لَهَا أَسِيرَهَا وَتَرُدُّوا عَلَيْهَا الَّذِى لَهَا». فَقَالُوا نَعَمْ. وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَخَذَ عَلَيْهِ أَوْ وَعَدَهُ أَنْ يُخَلِّىَ سَبِيلَ زَيْنَبَ إِلَيْهِ وَبَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- زَيْدَ بْنَ حَارِثَةَ وَرَجُلاً مِنَ الأَنْصَارِ فَقَالَ «كُونَا بِبَطْنِ يَأْجِجَ حَتَّى تَمُرَّ بِكُمَا زَيْنَبُ فَتَصْحَبَاهَا حَتَّى تَأْتِيَا بِهَا»
“Tatkala penduduk Mekah mengirim harta untuk menebus para tawanan mereka, maka Zainab pun mengirim sejumlah harta untuk menebus suaminya Abul ‘Ash, Zainab mengirim bersama harta tersebut sebuah kalung yang dahulunya milik Khadijah, Khadijah memberikan kalung tersebut kepada Zainab tatkala Zainab menikah dengan Abul ‘Aash. Tatkala kalung tersebut dilihat oleh Rasulullah ﷺ maka Rasulullah pun sangat sedih kepada Zainab. Beliau berkata (kepada para sahabatnya), “Apakah kalian bisa membebaskan tawanan Zainab dan kalian kembalikan lagi kalungnya??” Maka para sahabat berkata, “Iya Rasulullah.” Akan tetapi Rasulullah ﷺ mengambil janji dari Abul ‘Ash agar membiarkan Zainab ke Madinah. Lalu Rasulullah mengirim Zaid bin Haritsah dan seorang lagi dari Anshar (untuk menjemput Zainab), beliau berkata kepada mereka berdua, “Hendaknya kalian berdua menunggu di lembah Ya’jij hingga Zainab melewati kalian berdua, lalu kalian berdua menemaninya hingga kalian membawanya ke Madinah.” (HR Abu Dawud no 2694 dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani)
Ketika Nabi ﷺ melihat kalung tersebut maka Nabi sangat bersedih mengingat kondisi putrinya Zainab yang bersendirian di Mekah, dan juga sangat sedih karena mengingat kembali cinta pertamanya Khadijah radhiallahu ‘anhaa dan bagaimana kesetiaan istrinya tersebut. Karena kalung tersebut dahulu adalah milik Khadijah dan dipakai oleh Khadijah di lehernya. (Lihat ‘Auunul Ma’buud 7/254). Kalung tersebut mengingatkan beliau kepada Khadijah yang sangat dicintainya yang merupakan ibu dari anak-anaknya. (Lihat Al-Fath Ar-Rabbaniy 14/100-101). Hal inilah yang menjadikan Nabi membebaskan Abul ‘Ash suami putrinya Zainab dan sekaligus keponakan Istrinya Khadijah tanpa tebusan sama sekali.