Ustadz Arman Amri
22 September 2024, Ba’da Ashar
@Masjid Nurul Iman, Blok M Square
Kitab Tauhid buah karya Syekh Muhammad Tamimi,
Bab 53 Larangan berdoa “Doa seorang hamba ‘Yaa Allah ampunilah diriku jika Engkau mau”.
Maghfiroh artinya ampunan, ampunilah diriku, Ghofaro asal katanya al Mighfar yaitu penutup kepala untuk perang menghadapi musuh.
Ketika sholat berdoa allahummaghfrili, minta dihapus dosanya oleh Allah. Lafadz insyi’ta, bermakna jika engkau mau ampunanilah dosaku. Riwayat yang pertama dari Abu Hurairah dikatakan, dari sahabat Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu’alaihi WA sallam bersabda “Janganlah diantara kalian berdoa Allahummagfirli insyi’ta, Ya Allah ampunilah dosaku jika Engkau mau. Sesungguhnya Allah tidak dalam keadaan terpaksa. Hendaknya seorang betul-betul dalam doanya, karena Allah tidak merasa keberatan atas apa yang diberikan kepada hamba.
Seorang hamba harus yakin dengan doanya. Larangan dari Rasulullah “janganlah salah seorang berucap dalam doanya. ketika seorang berdoa Ya Allah ampunilah diriku jika Engkau mau. Ya Allah rahmatilah diriku jika Engkau mau”, berarti:
1) Jika seseorang berdoa seperti itu, doa seperti itu seolah olah ia merasa Allah terpaksa.
2) ia melihat perkara pengampunan dosa atau meminta rahmat, hamba tersebut merasa berat oleh Allah untuk diampuni dosanya, merasa berat dirahmati oleh Allah.
3) seorang hamba yang merasa tidak butuh ampunan dan kasih sayang Allah, seakan akan ia tidak butuh dan tidak peduli.
Ketika seorang hamba berdoa, seorang hamba harus bertekad atas keinginan dan doanya tersebut. Doa merupakan ibadah. Jika ditinjau dari sisi sifat ketuhanan Allah, bahwa Rabbul ‘aalamiin yaitu Allah, Maha kaya, Maha sempurna, artinya yaitu ketika seorang hamba meminta kepada Allah, dan dikabulkan Allah, maka tidak sedikitpun mengurangi kekayaan Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa. Tidak berkurang dari apa yang Allah miliki (dan semuanya adalah hanya milik Allah).
Para hamba yang memperbanyak doa kepada Allah, maka Allah akan menyukainya karena Allah Maha kaya. Berbeda jika meminta kepada manusia, maka manusia akan kesal karena begitulah sifat manusia, ia takut hartanya habis sebab kekayaan dan kekuasaan manusia terbatas. Hamba yang jarang berdoa dan meminta kepaada Allah maka dikatakan sebagai hamba yang sombong kepada Allah.
Kaidah yang harus dipahami terkait doa: dalam kitab yang ditulis oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas. Kaidah doa dan dzikr terdapat 20 kaidah
- Allah ‘Azza wa Jalla memerintah manusia utuk memperbanyak dzikr dan doa. “fadzkuruuNii adzkurkum wasykuruuLii walaa takfuruun”.
- Allah berjanji akan memberikan ganjaran bagi tiap hamba yang banyak berdoa dan berdikr kepada Allah, karena doa dan dzikr termasuk kedalam ibadah yang utama dan mulia. Tidak ada suatu apapun yang paling mulia selain doa.
- Orang yang paling banyak berdoa dimuka bumi yaitu Rasulullah dan para sahabat. Pentingnya mengikut mereka. seorang hamba yang banyak berdzikr yaitu seorang yang mentauhidkan Allah dan berusaha mengikut Nabi Shallallahu’alaihi Wa Sallam.
- Seorang hamba tidak dikatakan sebagai orang yang banyak berdzikr kepada Allah jika tidak mengikuti apa yang dianjurkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Doa dan dzikr yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam adalah yang terbaik yaitu yang terdapat dalam Al Quran dan Hadits karena doa yang terdapat dalam Al Quran memiliki kekuatan terbesar.
- Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam mengajarkan doa dan dzikr kepada para Sahabat mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali. Hal tersebut menunjukkan doa dan dzikr tersebut menunjukkan amal seorang hamba seumur hidupnya.
- Kewajiban sebagai seorang muslim adalah ittiba’ (mengikuti tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam, betul betul ada kecintaan kepada amalan sunnah yang diajarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Jika seseorang mencintai Allah maka ikutilah ajaran Rasululullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam.
- Agama Islam sudah sempurna. jika Islam merupakan agama yang sempurna, maka pasti urusan doa dan zikr ada contohnya.
- Karena kesungguhan Islam harus memperhatikan doa dan dzikr, jangan mengada-ada dan mengikuti hawa nafsu. segala sesuatu yang tidak ada contohnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam harus kita tinggalkan.
- Hati seorang muslim harus merasa cukup dan puas atas apa yang dicontohkan Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam.
- yang wajib dilaksanakan seorang hamba yaitu doa dan dzikr yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam yang shohih.
- Doa wajib dipanjatkan hanya kepada Allah.
- Tidak boleh berdoa dan berdzikr yang tidak dicontohkan Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam karena itu adalah bid’ah.
- Tidak boleh bagi seorang pun kaum muslimin apakah dia seorang dai, ustadz dan lainnya, membuat doa atau zikir yang tidak ada contoh dari Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam lalu mengajarkan kepada kaum muslimin lalu menjadikan wirid yang dibaca setiap waktu, atau waktu tertentu, atau dengan cara tertentu. Ini adalah bid’ah Dalilnya dalam surat Asy-syura ayat 21. Allah tidak butuh tandingan dalam syariatnya. “Barang siapa yang mengada ada dari urusan kami maka dia tertolak” Hadits Shahih
- Siapa saja tidak boleh membuat-buat doa dan zikir tertentu untuk waktu-waktu tertentu. Contohnya doa bulan Rajab, atau doa khusus ketika akan memasuki bulan Ramadhan.
- Tidak boleh dikerjakan di sisi kubur, melakukan doa-doa tertentu. Nabi sudah memberi tuntunan
- “Sebaik-baik zikir adalah Laa Ilaaha illa Allah dan seutama-utama doa adalah alhamdulillah”
- Tidak ada contoh dari Rasulullah Shalllahu ‘alaihi wasallam membaca doa tersebut kemudia dia kirim kepada orang yang sedang sakit atau yang telah meninggal. Adapun Ruqyah Syar’iyyah dibolehkan. Istri Nabi Wafat pada saat nabi masih hidup yaitu adalah Khadijah, dan Zainab binti ‘Uzaimah, ibunda orang-orang miskin, . Tapi tidak ada diantara mereka yang Rasulullah kirim Al-fatihah apalagi surat Yaasin. Begitu juga puti-putri, sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Tidak ada seorang pun dari mereka Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam hadiahkan Al-Faatihah. Begitu juga ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam wafat, tidak ada sahabat yang kirim Al-Faatihah kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Kalau mendoakan tentu boleh. Harus dibedakan antara mendoakan orang yang telah wafat dengan mengirim pahala bacaan. Ini dua hal yang berbeda, jangan disamakan.
- Ibadah yang dikerjakan dengan ikhlas dan sesuai contoh Nabi akan mendapat pahala ganjaran serta membawa ketenangan ketentermaan hati.
- Seorang tidak boleh bertawassul dengan Zat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam, dengan kedudukan , dan kehormatan beliau, juga hak beliau, apalagi dengan orang yang dibawah Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam. Yang benar kalau kita datang kepada orang saleh yang masih hidup lalu kita minta doanya.
- Doa dan zikir adalah ibadah yang sangat mudah yang bisa dilakukan setiap hari, maka jika memenuhi adab, waktu, dan ikhlas karena Allah dan mengikuti contoh Rasul in syaa Allah doa kita akan dikabulkan dan mendapat pahala ganjaran di dunia dan akhirat.
Tanya jawab
Soal tidak dibacakan sebab yang bertanya dari pihak ikhwan dan suara nya tidak terdengar.
Jawaban 1 : Apabila manusia meninggal, maka terputus amal kecuali anak sholih yang mendoakan orang tuanya. Yang dibutuhkan orang tua kita yang telah wafat adalah doa, dan otomatis kalau kita mendoakan orang tua, kita ini dipandang anak sholih. Sholih adalah orang yang dapat menegakkan hak Allah dengan baik dan hak sesamanya dengan baik. Yang benar doa bukan kirim pahala bacaan Al-Faatiihah. Doa ada yang muqoyyad dan doa mutlak yang sifatnya boleh kapan saja, tidak terkait dengan waktu, atau keadaan tertentu. Misalnya dalam sujud, kita panjangkan sujud kita dalam rangka memperpanjang doa. Ataupun zikir yang bersifat mutlak. Sedangkan yang bersifat muqoyyad harus dengan dalil asalkan tidak ada hal-hal yang melarangnya, contoh zikir di dalam toilet.
Jawaban 2: Apa perbedaan lafaz In Syaa Allah dengan in syi’ta? In syaa Allah artinya dengan kehendak Allah, in syi’ta dengan kehendakmu. Ada sahabat dulu yang berkata “dengan kehedak Allah dan dengan kehendakmu, Nabi Shallallahu ‘alaihi Wa sallam menegur “apakah engkau hendak menjadikanku tandingan bagi Allah, maka ucapkanlah in syaa Allah, dengan kehendak Allah” atau dengan kehendak Allah semata (in syaa Allahu wahdah). Kalau mau tambahkan kalimat tsumma (kemudian) dengan kehendak Allah kemudian dengan kehendakmu. Lafaz tsumma (kemudian) berbeda dengan lafaz wa (dan), tapi yang terbaik cukup in syaa Allah saja.
Wallahu a’lam