Ustadz Abu Ja’far Cecep Rahmat LC, MAG
Ahad, 12 Robi’ul Awal 1446 H
Masjid Nurul Iman Blok M Square
SEBAB-SEBAB KEBAHAGIAAN
Adakah diantar manusia yang tidak ingin bahagia? Adakah orang yang bosan dengan bahagia? Tidak ada! Setiap manusia entah muslim atau kafir, lelaki atau wanita, pejabat atau rakyat biasa, kaya atau miskin. Harapan mereka sama, yaitu bahagia.
Setiap kita mendambakan bahagia, hanya saja pemahaman tentang kebahagiaan ini beraneka ragam. Ada yang mengira bahagia dengan harta maka mereka berusaha mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dengan berbagai macam cara.
Namun ketika hartanya sudah banyak bahkan sangat banyak, lama-kelamaan mereka berfikir “Apa artinya ini semua?”
Sebagian lagi mengira kebahagiaan dengan aneka permainan yang menyenangkan, bahkan melakukan hal-hal yang diharamkan Allah seperti berzina, meminum khamar dan lain sebagainya. Ini semua demi mencari kebahagiaan.
Namun apakah mereka benar-benar merasakan kebahagiaan setelah mereka mendapatkan apa yang mereka kira sebagai kunci kebahagiaan?
Sekianya tertawa adalah tanda kebahagiaan maka saudara-saudara kita yang ada di rumah sakit jiwa, merekalah orang-orang yang paling bahagia.
Tertawa dan tersenyum ini bisa dilakukan dengan mudah di depan ke kamera.
Ada orang kaya bunuh diri, ada artis bunuh diri, ada pejabat bunuh diri. Yang disangka bahagia nyatanya berpenyakit jiwa.
Saudaraku,
Yang menciptakan kita adalah Allah, yang paling mengenal kita adalah Allah, dan yang paling mengerti cara kita mendapat kebahagiaan adalah Allah. Dan sebelum Allah menciptakan kita, Allah sudah membimbing cara mendapatkan kebahagiaan itu.
Lalu, Bagaimana Allah membimbing kita untuk bahagia?
Allah menurunkan petunjuk dan hidayah dan barang siapa yang mengikuti petunjuk tersebut maka dia akan bahagia
Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Taaha (123-124)
Dia (Allah) berfirman, “Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, maka (ketahuilah) barang siapa mengikuti petunjuk-Ku, dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.
Setiap generasi yang ada di muka bumi ini Allah utus seorang Rasul, dan Allah turunkan kitab pada setiap ummat.
Allah menurunkan AlQur’an kepada kita, mengutus Nabi Muhammad Shalllallahh’alaihi wa sallam kepada kita
Allah berfirman dalam Qur’an surat An-nisa (163)
“Sesungguhnya Kami mewahyukan kepadamu (Muhammad) sebagaimana Kami telah mewahyukan kepada Nuh, dan Nabi-nabi setelahnya, dan Kami telah mewahyukan (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya; Isa, Ayub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami telah memberikan Kitab Zabur kepada Dawud.”
Jadi Allah telah mengutus kepada kita dan manusia sampai hari kiamat nanti Al-Qur’an dan hadits yang barang siapa yang mengikutinya maka dia benar-benar berada di atas petunujuk, tidak akan sengsara dan akan berada di atas kebahagiaan, maka dia akan terbimbing kehidupannya untuk bahagia di dunia dan akhirat.
Tiak akan diliputi rasa takut dengan masa depan, tidak khawatir, tidak gelisah, tidak resah dengan apa yang terjadi esok hari. Artinya ia akan tenang. Tidak juga bersedih hati atas apa yang hilang di dunianya pada masa lalunya.
“Barang siapa yang berpaling dari peringatanKu” maknanya tidak mau mendengar atau dia menjauh dan menghindar. Mereka tidak mau tahu, kalaupun tahu mereka tidak mau peduli
“Maka baginya kehidupan yang sempit.”
Artinya dadanya sempit, walaupun dia tinggal di rumah yang sangat besar, tapi ketika Allah menghukum dia dengan kesempitan dadanya, maka dia selalu diliputi kekhawatiran, kegelisahan, kesedihan. Jika sudah demikian maka tidak ada yang bisa memberikan ketenangan kecuali Allah.
Kabar dari Allah pasti benar.
Dan ini buka cuma di dunia, urusannya panjang sampai di akhirat :
“Dia berkata, “Ya Tuhanku, mengapa Engkau kumpulkan aku dalam keadaan buta, padahal dahulu aku dapat melihat?”
Ini karena mereka tidak menggunakan mata mereka untuk membaca ayat-ayat Allah.
Kita seharusnya bersyukur, ketika Allah menciptakan kita, kita tidak dibiarkan dalam kebingungan, tapi dimbimbing dalam AlQur’an dan Assunnah
Yang kata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam :
“Aku telah tinggalkan kepada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR. Malik; Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Hadits ini disahihkan oleh Syaikh Salim Al-Hilali di dalam At-Ta’zhim wa Al-Minnah fi Al-Intishar As-Sunnah, hlm. 12-13).
Maka seharusnya kita bersegera untuk mempelajari Al-Qur’an dan Assunnah sebagai pedoman hidup dan sumber kebahagiaan.
Beriman dan beramal sholeh.
Mungkin kita mengatakan “saya sudah beriman tapi kenapa belum bahagia”
Ketahuilah bahwa iman itu bertambah dan berkurang.
Mungkin kita tidak kehilangan iman sama sekali, tapi iman bisa turun. Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiaatan.
Kebahagiaan kita juga naik turun, sejauh mana keimanan kita sejauh itu pula kebahagiaan kita.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat An-Nahl (97)
“Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Kebahagiaan,ketenangan, sikap qona’ah, rejeki yang halal dan semua kebaikan-kebaikan di dunia. Allah akan memberikan segala kebaikan bagi orang yang beramal sholeh dalam keadaan dia beriman, dan kami akan balas mereka dengan surga yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.
Terlebih masuk surga adalah kesuksesan yang sesungguhnya.
“Barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh dia telah beruntung” (QS. Ali ‘Imran [3]: 185).
Bahkan sekiranya kita menjadi orang yang paling miskin didunia, kita masih bisa menjadi orang yang paling bahagia di dunia.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Di dunia itu terdapat surga. Barangsiapa yang tidak memasukinya, maka dia tidak akan memperoleh surga akhirat.”
Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa surga dunia adalah mencintai Allah, mengenal Allah, senantiasa mengingat-Nya, merasa tenang dan thuma’ninah ketika bermunajat pada-Nya, menjadikan kecintaan hakiki hanya untuk-Nya, memiliki rasa takut dan dibarengi rasa harap kepada-Nya, senantiasa bertawakkal pada-Nya dan menyerahkan segala urusan hanya pada-Nya.
Allah berhak memberikan kebahagiaan kepada siapa yang dikehendakinya, dan Allah berikan itu kepada orang-orang yang beriman dan beramal sholeh.
Para salaf mengatakan,
لَوْ يَعْلَمُ المُلُوْكُ وَأَبْنَاءُ المُلُوْكِ مَا نَحْنُ فِيْهِ لَجَلِدُوْنَا عَلَيْهِ بِالسُّيُوْفِ
“Seandainya para raja dan pangeran itu mengetahui kenikmatan yang ada di hati kami ini, tentu mereka akan menyiksa kami dengan pedang.”
Ketika Allah menyebutkan tentang keadaan wali-wali Allah dalam surat Yunus
“Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (62)
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa.” (63)
“Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Tidak ada perubahan bagi janji-janji Allah. Demikian itulah kemenangan yang agung.” (64)
Maka jangan mengukur diri kita dengan dunia, jangan juga mengukur orang lain dengan dunia.
Dan ukurlah kebahagiaan itu dengan keimanan.
Sebab iman itu bertingkat-tingat dan iman itu juga butuh ilmu, semakin punya ilmu semakin kuat imannya, semakin bahagia dia.
Ilmu tentang Allah, tentang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa sallam, tentang agama islam, ini semua butuh ilmu.
Misalnya ilmu tentang takdir. Orang yang beriman kepada takdir pasti akan selalu bahagia sebab tidak akan merasakan iri dengki. Karena dia tahu Allah sudah menetapkan ukuran masing-masing dengan keadilan dan ilmu Nya.
Sebagian kita sangat sulit untuk bangkit dari ujian atau musibah. Jangan begitu. Hidup itu tidak selalu di atas, tidak selalu isinya kesuksesan, kenikmatan.
Dan orang beriman adalah orang yang paling siap menghadapi segala situasi dan kondisi
“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim, no. 2999)
Maka nikmat apa saja sukuri. Syukuri dengan hati, lisan dan amal perbuatan. Di antara bentuk syukur mereka ialah berbagi (zakat (wajib), sedekah (sunnah). Sedekah tidak akan mengurangi harta.
Dan sabar ketika ditimpa musibah.
“Dia (Ya’qub) menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku.” (Qur’an Surat Yusuf: 86)
Sabar adalah menahan hati dari kegoncangan menahan lisan dan juga diri dari tindakan-tindakan yang tidak menujukkan kesabaran
Sebab dunia ini sedihnya akan berakhir, dan ujiannnya juga akan berakhir dengan kematian.
orang yang mengingat akhirat maka kaya miskin, dipuji dicela, sama, karena ini urusannya hanya dunia.
Jika kita sudah merasa beriman tapi sering merasa tidak bahagia maka muhasabah sejauh mana ilmu, iman dan amal sholeh kita.
Amal sholeh adalah amal yang dilakukan ikhlas dan sesuai petunjuk Rasulullah shallllallahu ‘alaihi wa sallam
—-
Kebahagiaan bukan ditentukan penilaian orang lain, tidak usah peduli orang lain menilai kita tidak bahagia, tidak perlu kita jadi sedih karena orang bilang kita ga bahagia.
Orang yang ingin mengumumkan dia bahagia sebetulnya dia belum bahagia. Pamer itu semu karena kita hanya memamerkan satu sisi sedang satu sisi yang ada keburukan kita sembunyikan.
Tahadduts binni’mah (menunjukkan bekas-bekas nikmat Allah) hanya kepada orang-orang yang dekat dengan kita dan kita tahu bahwa mereka mencintai kita karena Allah, adapun secara umum ada orang yang benci, enek, dan tidak suka dengan kita itu hanya mendatangkan hasad kepada kita.
Semoga Allah menjadikan kita termasuk hambaNya yang apabila diberi nikmat selalu bersyukur, dan apabila diuji dengan musibah senantiasa bersabar, dan apabila terjatuh dalam dosa cepat kembali bertaubat. Aamiin
Wallahu a’lam.